Kisah Saat Pejuang Parapat Berencana ‘Menculik Secara Terhormat’ Bung Karno.
Kisah Saat Pejuang Parapat Berencana ‘Menculik Secara Terhormat’ Bung Karno.
Beranda Budaya Kisah Saat Pejuang Parapat Berencana ‘Menculik Secara Terhormat’ Bung Karno
Budaya

Kisah Saat Pejuang Parapat Berencana ‘Menculik Secara Terhormat’ Bung Karno

Bagikan

Horas!

Dongan BK, situasi Republik Indonesia sedang genting pada akhir tahun 1948. Agresi Militer Belanda II menyebabkan Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda. Para tokoh penting republik, termasuk Sukarno, Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, dan Haji Agus Salim ditawan dan diasingkan.

Awalnya, para pemimpin itu dikirim ke Brastagi, Karo, Sumatera Utara, sebelum kemudian dipindahkan ke Parapat di tepi indah Danau Toba pada 1 Januari 1949. Di tempat inilah sebuah kisah menarik terjadi, yakni sebuah rencana “penculikan terhormat” terhadap Bung Karno yang dilakukan dengan semangat perjuangan.

Pengasingan di Parapat

Dalam otobiografinya Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia yang ditulis Cindy Adams, Sukarno menggambarkan rumah pengasingannya di Parapat sebagai tempat yang indah namun terisolasi.

“Rumah itu di tiga sisinya dikelilingi air. Bagian belakang rumah berupa tanah darat, yang dapat dicapai melalui jalan berkelok-kelok,” tulisnya.

Tak semua orang bisa mendekati tempat tersebut. Namun, Josef Sitindaon, seorang penghulu dari Negara Sumatera Timur, mendapat izin berkunjung karena dikenal oleh tentara Belanda. Ia sering diizinkan datang untuk mengantarkan majalah kepada para tokoh yang ditawan.

Menurut catatan C. Marbun dalam Memori Sejarah Gerilla, Josef menceritakan bahwa Sutan Sjahrir memiliki kebebasan gerak lebih luas, kerap berjalan di halaman rumah sambil menikmati pemandangan Danau Toba. Pengawasan malam pun longgar, sebab sebagian besar pasukan Belanda biasanya pergi minum-minum di tepi danau, menyisakan hanya beberapa pengawal di pos penjagaan.

Rencana “Penculikan Terhormat”

Pada 5 April 1949, Josef melaporkan kepada Batalion IV Sumatera yang bermarkas di Parapat, bahwa para pemimpin besar republik sedang ditawan di sana. Ia kemudian mengusulkan agar TNI merencanakan aksi pembebasan terhadap Bung Karno, Sjahrir, dan Agus Salim.

Komandan batalion, Kapten Bunga Simanungkalit, menyetujui usul tersebut dan menunjuk Peltu Walter Sirait sebagai pemimpin operasi, dengan Josef sebagai penghubung. Pasukan Walter kemudian melakukan pengintaian selama tiga hari tiga malam di sekitar rumah pengasingan itu.

Dalam otobiografinya, Bung Karno sendiri mengingat momen itu:

“Pada suatu malam yang gelap, sekelompok pemuda mencoba membebaskan aku. Mereka menyeberangi danau dengan perahu kecil. Di tengah malam yang hening, kudengar tembakan di dekat dinding kamarku. Tapi malam itu begitu gelap, aku tak dapat melihat apa-apa,” kenangnya.

Pesan Rahasia untuk Sjahrir dan Bung Karno

Pada 10 April 1949, Josef berhasil menemui Sutan Sjahrir untuk mengantarkan majalah. Setelah memastikan situasi aman, ia menyerahkan surat rahasia dari TNI.

Surat itu berbunyi:

“TNI merencanakan penculikan terhormat untuk menyelamatkan bapak-bapak pemimpin NRI dari gedung tawanan. Melalui Danau Toba dan darat, para pembesar negara dapat diselamatkan ke markas gerilya. Mohon pendapat kapan waktu yang tepat melakukannya.”

Sjahrir membaca surat itu dengan haru. Dengan suara pelan, ia menolak rencana tersebut dan menyampaikan pesannya kepada Josef:

“Jangan dipikirkan usaha untuk membebaskan kami. PBB sudah mengetahui keberadaan kami. Perjuangan diplomatik sedang berada di titik penentuan. Katakan kepada TNI, tetaplah berjuang di garis gerilya—kemenangan akan tiba.”

Ia juga menambahkan agar Josef tidak lagi datang ke Parapat, sebab mereka akan segera dipindahkan oleh Belanda.

Akhir dari Kisah

Dengan keputusan itu, operasi “penculikan terhormat” dibatalkan. Namun semangat para pejuang Parapat tetap menjadi simbol kesetiaan rakyat terhadap pemimpin bangsanya.

Beberapa bulan kemudian, setelah tercapainya Perundingan Roem–Royen, para tokoh yang diasingkan akhirnya dikembalikan ke Yogyakarta pada 6 Juli 1949.

Kisah ini menjadi salah satu potongan sejarah yang menggambarkan betapa kuatnya semangat perjuangan rakyat Sumatera, yang bahkan berani merencanakan penyelamatan sang proklamator di tengah penjajahan, demi kehormatan bangsa.

Bagikan
ads image
ads image
ads image
Artikel Terkait
Pemena, Jejak Awal Kepercayaan Karo yang Menyatu dengan Alam dan Semesta.
Budaya

Pemena, Jejak Awal Kepercayaan Karo yang Menyatu dengan Alam dan Semesta

Horas! Mejuah-juah! Pemena, atau yang juga dikenal dengan sebutan Perbegu, merupakan sistem...

Menyusuri Jejak Pengaruh Hindu dari India di Tanah Karo.
Budaya

Menyusuri Jejak Pengaruh Hindu dari India di Tanah Karo

Horas! Mejuah-juah! Ketika klean berkunjung ke Museum Pusaka Karo, terdapat berbagai artefak...

Makna Marsibuha-buhai dalam Adat Perkawinan Batak Toba.
Budaya

Makna Marsibuha-buhai dalam Adat Perkawinan Batak Toba

Horas! Dongan BK, dalam tradisi Batak Toba, Marsibuha-buhai merupakan salah satu tahapan...

60 Kosakata Bahasa Karo dan Artinya.
Budaya

60 Kosakata Bahasa Karo dan Artinya, Dari Bujur sampai Mejuah-juah

Horas! Mejuah-juah! Pasti klean pernah mendengar kata “Bujur” atau sapaan khas “Mejuah-juah”?...