Horas!
Dongan BK, Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Simon Aloysius Mantiri, menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat terkait kasus korupsi impor bahan bakar minyak (BBM) yang melibatkan sejumlah pejabat Pertamina. Ia menegaskan bahwa kasus ini menjadi ujian besar bagi perusahaan, namun Pertamina akan terus berupaya mempertahankan kepercayaan rakyat Indonesia.
“Dengan segala kerendahan hati, saya, Simon Aloysius Mantiri, sebagai Direktur Utama PT Pertamina (Persero), meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia atas kejadian beberapa hari terakhir ini,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, yang disiarkan melalui kanal YouTube Pertamina pada Senin (3/3).
Simon menyoroti bahwa Pertamina telah berdiri selama 67 tahun dan senantiasa berkomitmen memberikan pelayanan terbaik di sektor energi. Namun, ia mengakui ada tindakan yang mengecewakan masyarakat, sehingga perusahaan harus berbenah agar lebih transparan dan profesional.
Meski demikian, ia menekankan bahwa banyak pegawai Pertamina yang tetap berintegritas dan memiliki semangat nasionalisme yang tinggi.
“Kami dan seluruh insan Pertamina akan terus berkomitmen untuk memperbaiki diri. Kami telah membentuk Tim Crisis Center guna mengevaluasi seluruh proses bisnis, khususnya di aspek operasional,” tambahnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan sembilan tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina periode 2018–2023. Enam di antaranya merupakan pejabat Pertamina Patra Niaga, anak perusahaan Pertamina.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa beberapa pejabat Pertamina diduga sengaja menurunkan produksi kilang dalam negeri agar kebutuhan BBM lebih banyak dipenuhi melalui impor.
Selain itu, terdapat dugaan persekongkolan dalam pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang, di mana pemenangan broker tertentu seolah-olah sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Salah satu tersangka, Riva Siahaan, yang menjabat sebagai Dirut Pertamina Patra Niaga, diduga melakukan manipulasi spesifikasi minyak. Ia disebut membeli minyak dengan kualitas Ron 90 (Pertalite) tetapi mengklaim telah membeli Ron 92 (Pertamax). Kemudian, minyak tersebut diolah melalui proses blending di storage atau depo untuk meningkatkan spesifikasinya menjadi Ron 92, sebuah praktik yang dianggap tidak sesuai dengan regulasi.
“Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka RS melakukan pembelian untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) dan melakukan blending di storage/depo agar sesuai spesifikasi. Hal ini jelas tidak diperbolehkan,” jelas Abdul Qohar.
Dengan adanya kasus ini, Pertamina berkomitmen untuk melakukan pembenahan secara menyeluruh guna mencegah kejadian serupa di masa mendatang.