Horas!
Dongan BK, Komisi VII DPR RI menyoroti dugaan praktik monopoli yang terjadi di industri perfilman nasional. Dugaan tersebut mencakup sektor produksi, impor film, hingga kepemilikan jaringan bioskop yang diduga dikuasai oleh segelintir pihak besar.
Sorotan ini muncul dalam rapat kerja Komisi VII DPR RI bersama Menteri Ekonomi Kreatif Teuku Riefky Harsya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/11).
Monopoli Bikin Ekosistem Film Tak Sehat
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Lamhot Sinaga menilai kondisi saat ini menunjukkan adanya ketimpangan struktural di industri film nasional. Ia menyebut ada pelaku usaha yang memiliki perusahaan produksi film (production house/PH), sekaligus menjadi importir dan pemilik jaringan bioskop besar.
“Kalau dia punya bioskop, dia juga importir, dan dia juga PH, tentu akan memprioritaskan film-filmnya sendiri untuk tayang di layar lebar,” ujar Lamhot dalam rapat tersebut.
Menurutnya, situasi ini berpotensi menutup akses bagi rumah produksi lain, meskipun mereka menghasilkan karya berkualitas.
60 Persen Film Nasional Dikuasai Segelintir PH
Lamhot mengungkapkan, perputaran ekonomi di sektor film Indonesia kini mencapai sekitar Rp3,2 triliun, dengan tren pertumbuhan positif pasca-pandemi COVID-19. Namun, ia menilai keuntungan tersebut hanya berputar di kalangan pelaku usaha besar.
“Dari data yang kami terima, sekitar 60 persen film nasional hanya tayang di bioskop-bioskop besar, dan 60 persen di antaranya berasal dari dua hingga tiga PH saja,” jelasnya.
Kondisi ini, lanjut Lamhot, menunjukkan bahwa akses bagi PH kecil untuk menembus jaringan bioskop nasional masih sangat terbatas.
Dorong Pemerataan Akses dan Reformasi Ekosistem Film
Melihat ketimpangan tersebut, Komisi VII DPR RI mendorong adanya pengaturan ulang ekosistem industri perfilman nasional. Tujuannya agar distribusi dan akses ekonomi di sektor kreatif lebih merata dan tidak dikuasai oleh kelompok tertentu saja.
“Kita ingin sektor film ini tumbuh adil dan inklusif. Harus ada kebijakan yang memastikan pelaku kecil juga bisa bertahan,” tegas Lamhot.
Ia menambahkan, langkah ini juga sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto yang menjadikan sektor ekonomi kreatif sebagai salah satu pilar penopang perekonomian nasional.
“Itu sebabnya Kementerian Ekonomi Kreatif dibentuk — agar sektor ini tidak hanya menguntungkan segelintir orang, tetapi memberi manfaat bagi seluruh insan kreatif Indonesia,” tandasnya.


