Mengenal Falsafah Batak, Guru di Nagogo do Adian.
Mengenal Falsafah Batak, Guru di Nagogo do Adian.
Beranda Budaya Mengenal Falsafah Batak, Guru di Nagogo do Adian
Budaya

Mengenal Falsafah Batak, Guru di Nagogo do Adian

Bagikan

Horas!

Dongan BK, bahasa adalah identitas utama sebuah suku atau bangsa. Dari tujuh unsur budaya universal, sistem bahasa menempati posisi paling mendasar. Tanpa bahasa—baik secara lisan, tulisan, maupun isyarat—manusia akan kesulitan untuk menyampaikan pikiran dan berinteraksi sosial.

Sebagai etnis yang kaya budaya, orang Batak memiliki banyak peribahasa atau falsafah hidup yang merefleksikan cara pandang mereka terhadap kehidupan. Uniknya, nilai-nilai yang terkandung dalam falsafah ini masih sangat relevan dengan konteks zaman sekarang.

Salah satu peribahasa yang sarat makna, khususnya ketika dikaitkan dengan isu kekuasaan dan kepemimpinan, adalah: “Guru di nagogo do adian.”

Menelusuri Makna Kata: Guru, Nagogo, dan Adian

Dalam bahasa Batak, “guru” berarti sama seperti dalam bahasa Indonesia—pengajar atau pendidik dalam berbagai bidang, seperti guru matematika, guru karate, atau guru huria. Namun dalam konteks budaya Batak, kata ini juga memiliki dimensi lain, yaitu merujuk pada seorang pemimpin atau tokoh penentu kebijakan dan keputusan. Misalnya dalam frasa “guru di tuhan do sude”, yang berarti segala sesuatu berada dalam kehendak Tuhan sebagai penguasa tertinggi.

Kata guru juga bisa bermakna negatif. Dalam istilah guru dok, misalnya, menunjuk pada sosok otoriter—mereka yang merasa semua harus mengikuti kehendaknya tanpa bantahan.

Lalu ada kata “nagogo”, yang secara harfiah berarti kuat, tetapi dalam praktiknya menunjuk pada sosok yang memiliki kuasa—baik secara fisik, sosial, maupun politik. Ia adalah pemegang kendali atas suatu wilayah atau komunitas. Namun istilah ini juga bisa diasosiasikan dengan kekuasaan yang bersifat liar atau brutal, seperti dominasi harimau di hutan yang tunduk pada hukum rimba: yang kuat memangsa yang lemah.

Terakhir, kata “adian” mengacu pada tempat beristirahat di tengah perjalanan—layaknya rest area dalam bahasa modern. Tempat ini biasanya nyaman, tenang, dan menyegarkan. Tapi dalam konteks lain, adian juga berarti peristirahatan terakhir: kuburan. Makam, dalam tradisi Batak Kristen, bahkan disebut dison maradian—tempat beristirahat dalam damai atau Rest In Peace (RIP).

Penafsiran Filosofis: Kepemimpinan Menentukan Segalanya

Jika diurai secara harfiah, “Guru di nagogo do adian” berarti: “Peristirahatan bergantung pada penguasa.” Atau dengan kata lain, “Nasib kehidupan—bahkan kematian—sangat ditentukan oleh siapa yang memegang kekuasaan.”

Makna ini dapat ditafsirkan secara positif maupun negatif. Bila pemimpinnya bijak dan berkeadilan, maka rakyat akan hidup damai, tenteram, dan sejahtera. Sebaliknya, jika yang berkuasa adalah pemimpin lalim, maka rakyatnya akan hidup dalam penderitaan, bahkan menjadikan adian bukan lagi tempat teduh, tapi simbol kematian akibat penindasan.

Pesan moral ini senada dengan pernyataan Raja Salomo dalam kitab suci:

“Seorang pemimpin yang tidak berpengertian akan menindas dengan keras, tetapi orang yang membenci keuntungan haram akan memperpanjang umurnya.”
(Amsal 28:16)

“Jika engkau melihat ketidakadilan terhadap orang miskin, dan hukum diinjak-injak di suatu wilayah, jangan heran. Sebab pejabat yang satu mengawasi yang lain, dan yang lebih tinggi mengawasi mereka. Namun keuntungan suatu negeri adalah bila rajanya dihormati.”
(Pengkhotbah 5:8-9)


Relevansi di Masa Kini, Mengenal dan Menilai Kekuasaan

Falsafah ini mengajak kita untuk lebih sadar dan peka terhadap struktur kekuasaan di lingkungan sekitar. Kita perlu mengenali tipe pemimpin yang memimpin wilayah atau komunitas kita: apakah dia pemimpin yang arif dan penuh belas kasih, atau pemimpin yang kejam dan menindas?

Lebih jauh, peribahasa ini juga mengandung refleksi bagi siapa pun yang bercita-cita menjadi pemimpin. Sebelum merebut kekuasaan, seseorang harus mempersiapkan diri untuk menjadi pemimpin yang adil dan bijak. Dan bagi mereka yang ingin mengganti pemimpin yang lalim, pertanyaan pentingnya adalah: apakah kita memiliki kekuatan yang cukup untuk melakukannya?

Falsafah yang Menyuarakan Tanggung Jawab

“Guru di nagogo do adian” bukan hanya tentang kekuasaan, tapi juga tentang tanggung jawab di balik kekuasaan itu. Seorang pemimpin, bagaikan tuan rumah dari sebuah adian, menentukan apakah rakyat akan beristirahat dengan tenang atau justru terpuruk dalam derita.

Karenanya, falsafah Batak ini tetap relevan sebagai pengingat: bahwa nasib suatu daerah sangat ditentukan oleh siapa yang memimpinnya, dan bahwa kekuasaan tanpa kebijaksanaan hanya akan membawa kehancuran.

Bagikan
ads image
ads image
ads image
Artikel Terkait
Pergeseran Makna Sebutan "Batak Dalle", Ternyata Ini Faktanya!
Budaya

Pergeseran Makna Sebutan “Batak Dalle”, Ternyata Ini Faktanya!

Horas! Dongan BK, klean pernah dengar istilah “Batak Dalle”? Kalimat ini seringkali...

Viral Tarian Anak Pacu Jalur, Ternyata Batak Toba Juga Ada Balap Perahu!
Budaya

Viral Tarian Anak Pacu Jalur, Ternyata Batak Toba Juga Ada Balap Perahu!

Horas! Dongan BK, Sebuah video memperlihatkan seorang anak laki-laki berpakaian teluk belanga...

7 Nilai Hidup Orang Batak yang Menginspirasi Perantau untuk Meraih Sukses.
Budaya

7 Nilai Hidup Orang Batak yang Menginspirasi Perantau untuk Meraih Sukses

Horas! Dongan BK, banyak orang Batak dikenal sukses dan tersebar di berbagai...

Sijagaron: Tanaman Sakral dalam Tradisi Pemakaman Adat Batak.
Budaya

Sijagaron: Tanaman Sakral dalam Tradisi Pemakaman Adat Batak

Horas! Dongan BK, Dalam adat istiadat masyarakat Batak, berbagai elemen alam dimanfaatkan...