Horas!
Tonggal Panaluan merupakan salah satu tongkat yang dipercaya sakti dari tanah Batak.
Ternyata di balik kesaktiannya, tersimpan cerita yang dipercaya oleh masyarakat Batak merupakan asal usul dari tongkat sakti ini. Diceritakan…..
______________________________________
Pada zaman dahulu kala, hiduplah sepasang suami istri yang bertahun-tahun belum dikarunia keturunan. Suami istri ini bernama Guru Hatia Bulan dan Nan Sindak Panaluan. Guru Hatia Bulan juga dikenal dengan nama Arak Pane.
Mereka belum memiliki keturunan dan sangat menginginkan keturunan. Mereka terus berdoa dan memohon agar diberikan keturunan hingga 8 tahun. Di tahun ke-8, akhirnya kabar bahagia menghampiri mereka. Nan Sindak Panaluan pun hamil.
Selama masa kehamilan Nan Sindak Panaluan, Guru Hatia selalu dihantui mimpi buruk. Namun, ia tidak menghiraukannya mimpi tersebut.
Hingga suatu hari, Nan Sindak Panaluan pun melahirkan, namun hari lahir dari anak-anak mereka bertepatan dengan hari buruk Batak atau biasa dikenal dengan Ari Sirangga Pudi.
Nan Sindak Panaluan melahirkan sepasang bayi kembar dan diberi nama Aji Donda Hatahutan Situan Parbaring dan Tapi Nuasan Siboru Panaluan.
Selesai upacara pemberian nama, para tetua kampung meminta Guru Hatia untuk memisahkan kedua anaknya yang kembar ini. Menurut kepercayaan pada masa itu, jika kembar sepasang maka harus dijauhkan sejak kecil agar tidak saling jatuh cinta ketika dewasa.
Namun, Guru Hatia tidak mengindahkan nasehat tersebut. Ia tetap membesarkan si kembar bersama-sama hingga dewasa.
Suatu hari, si kembar pamit ingin main ke hutan. Namun, ternyata saat bermain di hutan, mereka berhubungan badan. Tidak ada yang tahu tentang kejadian ini.
Hari demi hari berlalu, kampung yang ditinggali oleh Guru Hatia dan keluarganya mengalami kemarau panjang. Sudah 3 bulan hujan tidak turun.
Keadaan kampung menjadi sangat buruk. Tumbuhan kering, sawah tak berair, dan mata air juga ikut mengering. Kehidupan di kampung menuju krisis.
Tetua kampung, tetua adat akhirnya memutuskan untuk memanggil datu dan mencari tahu penyebab kemarau yang tak berkesudahan ini. Menurut penerawangan datu, penyebab utama kekeringan ini karena ada hubungan terlarang yang dilakukan oleh saudara sekandung.
“Ada hubungan terlarang saudara sekandung yang dilakukan oleh warga kampung ini. Alam marah“, ujar datu tersebut.
Kecurigaan warga langsung tertuju pada si kembar, karena gelagat mereka memang tidak seperti kakak beradik pada umumnya. Lebih mirip seperti pasangan.
Datu dan tetua desa kemudian menemui Guru Hatia dan istrinya untuk menjelaskan duduk perkaranya. Kedua anak kembarnya juga ikut dipanggil pada saat itu dan langsung disidang.
Si kembar tidak menjawab apapun, mereka hanya diam seribu bahasa. Akhirnya tetua desa dan warga sepakat untuk mengusir si kembar agar masalah kekeringan ini segera teratasi.
Dengan berat hati, Guru Hatia dan istrinya melepas anaknya diusir dari kampung.
Ia juga membangun tempat tinggal untuk si kembar di dalam hutan dan meninggalkan anjing penjaga untuk mereka.
Suatu hari, Tapi Nauasan ingin memakan buah piu-piu tanggule. Dan untungnya, tak jauh dari tempat tinggal si kembar, tumbuhlah pohon ini.Pohon Sipiu-piu memiliki batang berduri.
Buahnya berbentuk bulat berwarna hijau dan kalau sudah masak akan berwarna merah dengan rasa seperti anggur, sepat dan asam.
Namun jika buah ini dipijat dan diputar-putar, rasanya akan berubah menjadi asam manis yang segar.
Dalam bahasa Indonesia, piu-piu tanggule berarti diputar-putar rasanya semakin manis. Sebutan untuk buah ini diambil dari cara menikmatinya yang cukup unik.
Tapi Nauasan melihat pohon ini berbuah lebat dan merah dan ia sangat tertarik untuk memakan buah ini.
Kemudian, ia meminta abangnya si Aji Donda untuk memanjat dan memetikkan buah sipiu-piu ini untuknya.
Aji Donda pun menuruti keinginan adiknya, ia memanjat pohon piu-piu ini hingga ke atas. Ia berhenti sebentar untuk makan buahnya yang lezat.
Namun, tiba-tiba tubuhnya ditarik ke dalam pohon tersebut. Ia tenggelam dan yang tersisa hanya kepalanya saja menempel pada batang pohon itu. Aji Donda sudah tiada……
Tapi Nauasan yang sudah lama menunggu di rumah, mulai merasa gelisah karena abangnya tak kunjung kembali. Kemudian, bersama dengan anjing penjaganya Tapi Nauasan menyusul abangnya ke pohon Sipiu-piu.
Betapa kagetnya ia melihat tubuh abangnya telah menyatu dengan pohon Sipiu-piu, yang tertinggal hanya kepala. Ia mencoba mengajak Aji Donda berbicara, namun tak ada jawaban.
Tanpa berpikir panjang, Tapi Nauasan langsung memanjat pohon tersebut untuk menolong abangnya. Namun, naasnya ia ikut terserap ke dalam pohon itu dan bernasib sama seperti abangnya.
Pada saat itu, selendang Tapi Nauasan terjatuh. Anjing penjaganya kemudian mengambil selendang itu, melolong-long dan berlari menuju kampung sambil membawakan selendang itu kepada Guru Hatia.
Guru Hatia yang melihat anjing penjaga langsung mengetahui ada hal buruk yang terjadi. Ia langsung lari ke hutan untuk melihat anak-anaknya.
Betapa kagetnya ia melihat anak-anaknya telah menyatu dengan pohon Sipiu-piu.
Segera ia kembali ke kampung untuk mencari pertolongan dari para datu. Datu pertama yang ia mintai tolong ternyata belum cukup kuat untuk menolong si kembar. Malah datu pertama ini ikut terserap ke dalam pohon.
Begitu juga dengan datu kedua, ketiga, keempat dan kelima. Semuanya bernasib sama dengan datu pertama, diserap oleh pohon Sipiu-piu.
Sudah 7 kepala bertengger di pohon tersebut. Guru Hatia hampir menyerah dan putus asa.
Kemudian, Guru Hatia menemui dukun terakhir. Dukun ini tidak langsung memanjat pohon tersebut. Pertama-tama ia berdoa terlebih dahulu, meminta persembahan dan manortor. Dipotonglah seekor kerbau sebagai persembahan untuk alam.
Akhirnya, Pohon Sipiu-piu ini bisa ditebang, walaupun si kembar dan kelima datu tidak dapat diselamatkan.
Nan Sindak Panaluan tidak berhenti menangis sejak melihat si kembar tersangkut di batang pohon Sipiu-piu. Ia tak kuasa menahan kesedihan atas kematian anak yang telah dinanti-nantinya.
Untuk menghentikan tangisan ibu dari si kembar, tetua dan datu kemudian membuat sebuah tongkat dari batang pohon ini.
Batang pohon ini diukir menyerupai si kembar dan lima Datu yang mencoba menolong, anjing penjaga serta hewan lain yang tersedot ke dalam pohon. Bagian atas batang ini, sengaja diukir mirip dengan Aji Donda disertai rambut yang dibungkus benang tiga warna.
Batang pohon inilah yang selalu dibawa untuk menghibur Guru Hatia dan istrinya. Masyarakat sekitar yang melihat tongkat ini kemudian memberi nama Tunggal Panaluan, yang berarti “satu yang mengalahkan”.
Beginilah kisah tentang Tongkat Sakti dari Tanah Batak, Tunggal Panaluan. Dari cerita diatas kita tahu bahwa pernikahan sedarah atau kini dikenal dengan incest merupakan hal yang tabu dan dilarang sejak dahulu.
Sama halnya dengan pernikahan semarga. Jadi, Dongan BK sebelum pedekate atau mencari jodoh ada baiknya kita tetap martutur terlebih dahulu, agar tidak menikahi saudara/saudari sendiri.