Horas! Mejuah-juah!
Di tengah lembah dan perbukitan hijau Tanah Karo, tersimpan kisah mistis yang telah turun-temurun diceritakan oleh masyarakat setempat. Cerita itu berkisar tentang Umang, yaitu makhluk gaib bertubuh kecil dengan kaki terbalik, yang dipercaya mendiami sebuah gua tua bernama Gua Umang atau Gua Kemang.
Dalam bahasa Karo, kata Umang berarti roh atau jin. Warga percaya bahwa penghuni gua ini bukan sekadar arwah, melainkan makhluk setengah manusia dan setengah roh, yang memiliki kekuatan supranatural sekaligus tabiat misterius.
Perjalanan Menuju Gua Umang
Gua Umang terletak di Dusun Durian Tani, Desa Sembahe, Kecamatan Sibolangit, sekitar satu jam perjalanan dari Kota Medan. Untuk mencapai mulut guanya, pengunjung perlu berjalan kaki sekitar sepuluh menit dan menaiki 62 anak tangga semen yang mengarah ke pintu masuk.
Sesampainya di lokasi, pengunjung akan disambut oleh pemandangan gua yang unik. Gua ini sebenarnya merupakan bongkahan batu besar berbentuk limas yang berdiri di tengah area perkebunan warga. Lubang kecil berdiameter sekitar satu meter menjadi satu-satunya akses masuk ke dalamnya.
Jejak Megalitik di Tanah Karo
Lebih dari sekadar tempat mistis, Gua Umang juga dianggap sebagai salah satu peninggalan masa megalitikum di kawasan Tanah Karo. Di bagian depan gua terdapat relief kuno bergambar manusia kecil, seolah menjadi penanda keberadaan makhluk yang pernah dianggap penjaga tempat itu.
Meski bagian dalam gua tampak kosong, terdapat cerukan yang menyerupai tempat meletakkan sesajen, serta ukiran gambar kapal di dinding batu. Ukuran guanya sangat kecil — hanya cukup menampung tiga orang dalam posisi duduk — menambah kesan misteri bahwa tempat ini bukan dibuat untuk manusia biasa.
Asal-Usul Legenda Makhluk Umang
Cerita tentang makhluk Umang berawal dari sebuah kampung kecil bernama Uruk Rambuten, di mana beberapa keluarga hidup mengelilingi sebuah pohon beringin besar. Di kampung itulah hidup seorang peladang bernama Bulang, yang suatu hari memutuskan untuk membuka hutan sebagai lahan pertanian.
Dalam perjalanannya, Bulang bertemu dengan sosok aneh bertubuh mungil dan berkaki terbalik — tumit menghadap ke depan dan jari-jarinya mengarah ke belakang. Makhluk tersebut memperkenalkan diri sebagai Umang dan menawarkan bantuan membuka lahan, dengan satu syarat: tidak boleh ada perempuan atau anak kecil yang datang ke ladang tersebut.
Bulang menyetujui syarat itu, dan dalam sekejap, lahan seluas tiga hektare pun siap ditanami. Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Suatu hari, istri dan anak Bulang secara diam-diam datang ke ladang. Umang yang merasa janji dilanggar menjadi murka, dan dengan kekuatannya, mengembalikan lahan yang telah dibuka menjadi hutan lebat seperti semula.
Merasa bersalah, Bulang berusaha menebas kembali hutan itu. Di tengah usahanya yang penuh kelelahan, ia menemukan batu besar yang kemudian diyakini sebagai tempat tinggal makhluk gaib tersebut — batu yang kini dikenal masyarakat sebagai Gua Umang, rumah sang Umang berkaki terbalik.
Jejak yang Tak Pernah Hilang
Hingga kini, kisah Gua Umang masih menjadi bagian dari warisan cerita rakyat Karo. Warga sekitar meyakini, tempat itu menyimpan aura gaib yang kuat dan tidak boleh sembarangan didatangi. Bagi sebagian orang, kisah tentang Umang bukan sekadar legenda, melainkan pengingat akan pentingnya mematuhi janji dan menjaga hubungan harmonis dengan alam serta makhluk tak kasatmata yang mungkin tinggal di dalamnya.