Horas!
Dongan BK, siapa sih yang tidak terpukau kemegahan Masjid Istiqlal di Jakarta Pusat? Di balik kemegahannya, ada campur tangan orang Batak dalam perancangannya, lho! Dialah Friedrich Silaban, seorang Batak Toba yang dipercaya Presiden Soekarno sebagai perancang Masjid Istiqlal.
Friedrich Silaban adalah seorang arsitek Indonesia yang namanya harum dalam sejarah arsitektur Tanah Air. Lahir pada 16 Desember 1912 di Bonan Dolok, Tapanuli, Sumatra Utara, Fredrich Silaban dikenal sebagai sosok di balik beberapa bangunan ikonik yang menjadi kebanggaan Indonesia.
Seperti apa kiprah Fredrich Silaban di dunia arsitektur Indonesia? Simak selengkapnya berikut ini.
Pendidikan dan Karir Fredrich Silaban
Pada tahun 1931, Fredrich Silaban mengemban studinya di Koningin Wilhermina School di Batavia, atau kini setingkat Sekolah Teknik Menengah (STM). Usai menuntaskan pendidikannya di Tanah Air, Friedrich melanjutkan studinya ke Belanda selama 1949-1950.
Seiring dengan berjalannya waktu, nama Fredrich Silaban semakin dikenal dengan berbagai karya besarnya di dunia arsitektur Beberapa hasil karyanya menjadi simbol kebanggaan bagi daerah tersebut. Fredrich Silaban juga punya peranan besar dalam pembentukan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI).
Karya-Karya Monumental Fredrich Silaban
Nama Silaban semakin dikenal luas setelah ia terlibat dalam proyek-proyek besar pada masa pemerintahan Presiden Sukarno. Beberapa karya monumental yang dirancang olehnya antara lain:
- Gedung Universitas HKBP Nommensen – Medan (1982)
- Stadion Utama Gelora Bung Karno – Jakarta (1962)
- Istora Gelora Bung Karno – Jakarta (1961)
- Rumah A Lie Hong – Bogor (1968)
- Monumen Pembebasan Irian Barat – Jakarta (1963)
- Markas TNI Angkatan Udara – Jakarta (1962)
- Gedung Pola – Jakarta (1962)
- Gedung BNI 1946 – Medan (1962)
- Menara Bung Karno – Jakarta 1960-1965 (tidak terbangun)
- Monumen Nasional / Tugu Monas – Jakarta (1960)
- Gedung BNI 1946 – Jakarta (1960)
- Gedung BLLD, Bank Indonesia, Jalan Kebon Sirih – Jakarta (1960)
- Kantor Pusat Bank Indonesia, Jalan Thamrin – Jakarta (1958)
- Rumah Pribadi Friderich Silaban – Bogor (1958)
- Masjid Istiqlal – Jakarta (1954)
Terdapat cerita menarik saat pembangunan Masjid Istiqlal. Sebagai seorang Kristiani, Friedrich mengalami pergulatan batin ketika hendak mengikuti sayembara arsitek Masjid Istiqlal. Bagaimana tidak, Friedrich merupakan seorang Kristen Protestan, berdarah Batak Toba. Bahkan, Ayahnya berprofesi sebagai pendeta.
Menurut putranya, Panogu Silaban, ayahnya sempat meminta izin ke Presiden Soekarno sebelum mengikuti sayembara. Saat itu, Presiden Soekarno mengusulkan agar Freidrich memakai nama samaran, lantaran agar dirinya dapat terpilih, mengingat statusnya beragama Kristen Protestan.
Dicintai Soekarno, Disingkirkan Soeharto
Karena kedekatannya dengan Soekarno, nama Fredrich Silaban disingkirkan pada zaman Orde Baru berkuasa. Berdasarkan Buku Silaban, dalam fase hidup terakhirnya, Fredrich Silaban tidak mendapat pekerjaan dan penghasilan yang cukup. Bahkan, upah pensiunannya tidak sampai untuk menghidupi keluarganya yang besar.
Karena kondisi kesehatan yang menurun, Fredrich Silaban tutup usia pada 14 Mei 1984, di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, pada usia 72 tahun. Meskipun telah tiada, namun karya-karyanya tetap hidup dan menjadi warisan yang tak ternilai bagi bangsa Indonesia.
Friedrich Silaban adalah sosok yang menginspirasi. Keberhasilannya dalam menciptakan karya-karya monumental membuktikan bahwa orang Batak mampu bersaing di tingkat internasional. Warisan yang ditinggalkannya akan terus menginspirasi generasi muda Batak untuk terus berkarya dan berkreasi.