Horas!
Dongan BK, setiap masyarakat memiliki aturan tersendiri dalam perkawinan, yang dipengaruhi oleh norma dan nilai budaya yang dianut. Dalam adat Batak, khususnya Batak Toba, terdapat sejumlah larangan perkawinan yang harus dipatuhi. Larangan ini diwariskan secara turun-temurun dan tetap dijaga oleh masyarakat hingga saat ini.
Meskipun demikian, masih ada beberapa kasus di mana aturan ini dilanggar. Berikut adalah lima jenis perkawinan yang dilarang dalam adat Batak:
1. Namarpadan
Namarpadan atau padan merupakan ikrar atau perjanjian yang dibuat antara beberapa marga tertentu. Jika dua marga telah berikrar padan, maka keturunan dari kedua marga tersebut tidak diperbolehkan menikah.
Beberapa contoh marga yang memiliki perjanjian padan di antaranya adalah Hutabarat dengan Silaban Sitio, Manullang dengan Panjaitan, Sinambela dengan Panjaitan, serta Sibuea dengan Panjaitan.
2. Pariban yang Tidak Boleh Dinikahi (Pariban Na So Boi Olion)
Dalam adat Batak, pariban sering dianggap sebagai pasangan ideal. Namun, ada jenis pariban yang tidak dapat dinikahi, yaitu:
- Pariban kandung, yaitu sepupu perempuan dari pihak ibu. Jika ada dua saudara laki-laki dalam satu keluarga, hanya salah satu dari mereka yang boleh menikahi pariban kandung tersebut.
- Pariban dari marga ibu, dalam hal ini, seorang laki-laki Batak dilarang menikahi perempuan yang berasal dari marga ibu.
3. Namarito
Dalam masyarakat Batak, ito merujuk pada hubungan saudara laki-laki dan perempuan yang memiliki marga yang sama. Oleh karena itu, menikahi ito merupakan larangan dalam adat Batak karena dianggap sebagai perbuatan yang tidak menghormati garis keturunan.
Larangan ini juga berlaku dalam kelompok Parsadaan Parna, yang merupakan perkumpulan 66 marga dalam suku Batak.
4. Menikahi Anak Perempuan dari Namboru atau Anak Ni Tulang
Larangan lainnya adalah menikahi anak perempuan dari namboru (saudara perempuan ayah) atau anak ni tulang (anak dari saudara laki-laki ibu). Hubungan ini dianggap terlalu dekat dalam struktur kekerabatan Batak, sehingga dilarang untuk dijadikan pasangan hidup.
5. Dua Punggu Saparihotan
Dua Punggu Saparihotan adalah larangan menikah antara dua keluarga yang memiliki hubungan perkawinan sebelumnya. Contohnya, jika seorang laki-laki dari marga A menikahi perempuan dari marga B, maka saudara laki-laki dari marga A tidak diperbolehkan menikahi saudara perempuan dari istri marga B.
Larangan perkawinan dalam adat Batak didasarkan pada prinsip menjaga garis keturunan, harga diri marga, serta keseimbangan sosial dalam masyarakat. Meskipun aturan ini telah diwariskan secara turun-temurun, masih ada beberapa orang yang melanggarnya. Oleh karena itu, pemahaman terhadap aturan adat sangat penting bagi masyarakat Batak agar tetap menjaga nilai-nilai budaya yang telah dijunjung tinggi sejak lama.