Horas!
Dongan BK, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengimbau masyarakat serta pemerintah untuk tetap waspada terhadap potensi gempa dan tsunami selama periode libur Lebaran 2025. BMKG menekankan pentingnya kesiapsiagaan guna meminimalkan risiko bencana.
“Sejumlah gempa pernah terjadi bertepatan dengan hari raya. Meskipun skalanya kecil, dampaknya tetap bisa merugikan,” ujar Direktur Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, dalam konferensi kesiagaan mudik Lebaran 2025 yang digelar secara daring dari Jakarta, Kamis (20/3) malam.
Daryono mengungkapkan bahwa sepanjang 2024, Indonesia mengalami 20 gempa bumi merusak dengan berbagai tingkat magnitudo dan kedalaman. Sumber gempa ini berasal dari sesar aktif, subduksi lempeng, serta gempa dalam lempeng (intra-slab).
Dalam catatan BMKG, setidaknya 13 peristiwa gempa dan tsunami pernah terjadi bersamaan dengan libur hari raya, termasuk Idulfitri. Salah satunya adalah gempa berkekuatan 6,1 magnitudo akibat aktivitas Sesar Ransiki yang mengguncang Tenggara Manokwari Selatan, Papua Barat, pada April 2024, yang menewaskan lima orang dan melukai 94 lainnya.
Peristiwa lain yang tercatat antara lain Gempa Palu (6,2 magnitudo) pada 8 Agustus 2012 yang menyebabkan enam korban jiwa dan 43 luka-luka, serta Gempa Nias (6,7 magnitudo) pada 14 Mei 2021 yang mengakibatkan kerusakan signifikan. Sementara itu, pada 3 April 2023, Gempa Mentawai berkekuatan 6,1 magnitudo terjadi saat Idulfitri.
“Gempa dan tsunami bisa terjadi kapan saja, termasuk saat perayaan hari besar seperti Lebaran, Imlek, dan Natal. Banyak gempa kecil yang mungkin luput dari perhatian, tetapi tetap dapat menyebabkan kerusakan. Oleh karena itu, kesiapsiagaan menjadi hal yang mutlak, terutama bagi masyarakat di daerah rawan bencana,” jelas Daryono.
BMKG juga mengingatkan bahwa selain dampak langsung dari gempa, ada risiko ikutan seperti tsunami, longsor, likuifaksi, hingga kebakaran. Berdasarkan data BMKG, sekitar 30 bandara di Indonesia berada di kawasan rawan tsunami, termasuk Bandara Ngurah Rai di Bali dan bandara di Yogyakarta.
Sebagai langkah mitigasi, BMKG terus memperkuat strategi kesiapsiagaan, terutama bagi masyarakat yang bepergian menggunakan transportasi udara, darat, maupun laut saat libur Lebaran. “Masyarakat perlu memahami jalur perjalanan mereka, karena tidak semua rute bebas dari ancaman gempa,” imbuh Daryono.
Sementara itu, Koordinator Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Suci Dewi Anugrah, menyampaikan bahwa BMKG telah membentuk 22 kelompok masyarakat siaga bencana dalam program Tsunami Ready Communities, hasil kerja sama dengan UNESCO-IOC. Program ini mencakup wilayah-wilayah dengan sejarah gempa dan tsunami, seperti Aceh, Sumatera Barat, Pulau Jawa, Bali, dan Maluku.
“Masyarakat siaga bencana ini bertugas memastikan rambu dan papan informasi tsunami terpasang dengan baik, menyiapkan alat komunikasi darurat, serta mengoperasikan sirene atau pengeras suara saat terjadi bencana. Tim ini selalu dalam kondisi siap siaga,” tutupnya.