Horas!
Dongan BK, Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri tengah mengusut dugaan korupsi yang terjadi di PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero.
Wakil Kepala Kortastipidkor Polri, Brigadir Jenderal Arief Adiharsa, mengonfirmasi bahwa kasus ini telah masuk tahap penyelidikan. “Masih tahap penyelidikan ya,” ujarnya, dikutip dari tipidkorpolri.info, Kamis (6/3/2025).
Meski demikian, belum ada kejelasan mengenai kasus spesifik yang sedang ditangani Kortastipidkor. Namun, diketahui bahwa penyelidikan ini berkaitan dengan pemeriksaan sejumlah pejabat PLN Pusat pada Senin (3/2/2025).
Menurut sumber dari Inilah.com, salah satu kasus yang menjadi perhatian adalah proyek mangkrak Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 di Kalimantan Barat. “Kerugian negara Rp1,2 triliun,” ujar sumber tersebut.
Sumber itu juga menyebutkan bahwa selain kasus PLTU 1 Kalbar, terdapat dua kasus lain terkait PLN yang tengah didalami oleh Kortastipidkor.
Kronologi Kasus Korupsi PLTU 1 Kalbar
Sebelumnya, Wadirtipidkor Bareskrim Polri, Kombes Arief Adiharsa, menjelaskan modus korupsi dalam proyek PLTU 1 Kalbar.
Arief menuturkan bahwa dalam pelaksanaan proyek tersebut terjadi pelanggaran hukum dan penyalahgunaan wewenang, sehingga proyek mengalami kegagalan dan mangkrak sejak 2016. Akibatnya, pembangunan tersebut tidak dapat dimanfaatkan.
“Pada tahun 2008 dilaksanakan lelang pembangunan PLTU 1 Kalbar 2×50 MW dengan sumber anggaran dari PT PLN (Persero). Setelah dilakukan proses lelang, yang ditunjuk sebagai pemenang adalah KSO BRN,” jelas Arief melalui keterangan resmi pada 6 November 2024.
Ia menambahkan bahwa KSO BRN sebagai pemenang tender ternyata tidak memenuhi syarat dalam tahap prakualifikasi serta evaluasi administrasi dan teknis dalam pelelangan. Namun, kontrak tetap ditandatangani pada 11 Juni 2009 antara RR, Direktur Utama PT BRN yang mewakili konsorsium BRN, dengan FM, Direktur Utama PT PLN (Persero).
“Dengan nilai kontrak sebesar USD 80 juta dan Rp507 miliar atau sekitar Rp1,2 triliun dengan kurs saat ini,” ujar Arief.
Setelah kontrak berjalan, PT BRN mengalihkan seluruh pekerjaan proyek pembangunan PLTU 1 Kalbar kepada pihak ketiga, yakni PT PI dan QJPSE, perusahaan energi asal Tiongkok. Namun, dalam pelaksanaannya, proyek tersebut gagal diselesaikan dan terbengkalai sejak 2016.
Kasus Korupsi Pertamina dan PT Taspen
Selain kasus di PLN, dua institusi hukum, yakni Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), juga tengah menyelidiki kasus dugaan korupsi besar di perusahaan milik negara.
Kejaksaan Agung kini mengusut dugaan korupsi di PT Pertamina Patra Niaga yang diperkirakan menyebabkan kerugian negara hingga Rp193 triliun dalam kurun waktu 2023 saja.
Sementara itu, KPK tengah menyelidiki kasus dugaan korupsi investasi fiktif di PT Taspen. Direktur Utama PT Taspen (Persero), Antonius Nicholas Stephanus Kosasih (ANSK), telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh KPK sejak Rabu (8/1/2025) malam.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa kasus ini berawal pada 2016 ketika PT Taspen menginvestasikan Rp200 miliar dalam Sukuk Ijarah TSP Food II (SIAISA02) yang diterbitkan PT Tiga Pilar Sejahtera Food (TPSF) Tbk. Namun, pada 2018, instrumen tersebut dinyatakan gagal bayar dan tidak layak investasi.
Pada Januari 2019, setelah Antonius Kosasih menjabat sebagai Direktur Investasi PT Taspen, ia terlibat dalam keputusan penyelamatan investasi dengan mengarahkan konversi Sukuk menjadi reksa dana RD I-Next G2 yang dikelola oleh PT IIM.
Pada Mei 2019, PT Taspen menempatkan dana sebesar Rp1 triliun dalam reksa dana RD I-Next G2, yang bertentangan dengan aturan internal perusahaan. Akibatnya, negara mengalami kerugian Rp191,64 miliar serta kerugian bunga senilai Rp28,78 miliar.
Beberapa pihak yang disebut mendapat keuntungan dari transaksi ini antara lain:
- PT IIM, sekitar Rp78 miliar
- PT VSI (Valbury Sekuritas Indonesia), sekitar Rp2,2 miliar
- PT PS (Pacific Sekuritas), sekitar Rp102 juta
- PT SM (Sinar Mas), sekitar Rp44 juta
- Sejumlah pihak lain yang terafiliasi dengan Kosasih dan Ekiawan
KPK menegaskan akan terus mengusut kasus ini guna memulihkan kerugian negara serta menindak tegas semua pihak yang terlibat. Penyidikan juga mengarah pada kemungkinan adanya tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan penetapan tersangka korporasi.