Horas!
Dongan BK, sebelum dikenal sistem sosial Dalihan Na Tolu, masyarakat Batak Toba telah lebih dahulu memegang teguh empat pedoman moral yang disebut “Patik na Opat” atau empat prinsip hidup.
Keempat patik ini menjadi dasar lahirnya tata nilai dan hukum adat Batak yang mengatur hubungan antarsesama, baik dalam keluarga maupun kehidupan bermasyarakat.
Berikut makna dari Empat Patik Batak tersebut:
1. Hatian na so teleng marlapatan
Artinya: Hati yang tidak tenggelam dalam keinginan duniawi.
Prinsip ini mengajarkan agar manusia tidak terbuai oleh harta, kedudukan, atau status sosial. Kita diajak untuk tidak memandang rendah orang miskin atau meninggikan yang kaya. Sebaliknya, jika kita diberi berkat berupa rezeki atau jabatan, kita harus selalu bersyukur kepada Tuhan dan menggunakan berkat itu untuk kebaikan bersama.
2. Paninggala si bola tali marlapatan
Artinya: Membajak sawah dengan garis lurus tanpa belokan.
Filosofi ini menggambarkan pentingnya hati yang lurus dan jujur. Orang Batak diajarkan untuk hidup apa adanya, tidak berbelit, dan tidak menuntut berlebihan kepada orang lain. Lurus dalam tindakan berarti teguh memegang prinsip dan tidak mudah tergoda oleh kepentingan pribadi.
3. Pamura na so marumbalang lapatanna
Artinya: Menjaga sawah tanpa menggunakan kekuatan atau senjata.
Pesan dari patik ini adalah agar dalam mempertahankan pendapat, hak, atau kebenaran, seseorang tidak menyakiti hati dan perasaan orang lain. Perselisihan hendaknya diselesaikan dengan kepala dingin dan kasih sayang, bukan dengan kekerasan.
4. Parmahan na so marbatahi
Artinya: Gembala yang menuntun tanpa memukul.
Filosofi ini menekankan pentingnya kelembutan dan kebijaksanaan dalam memimpin atau membimbing orang lain, terutama kepada yang lebih muda. Seorang Batak sejati diharapkan mampu menunjukkan sifat elek marboru (lemah lembut kepada pihak boru) dalam keseharian.
Dari Empat Patik Batak inilah kemudian lahir falsafah besar masyarakat Batak yang dikenal hingga kini, yaitu “Dalihan Na Tolu” — tiga tungku yang menjadi penopang kehidupan sosial Batak:
- Somba marhula-hula (hormat kepada pihak pemberi perempuan),
- Manat mardongan tubu (bijak terhadap sesama marga), dan
- Elek marboru (lemah lembut kepada pihak penerima perempuan).
Ketiganya kemudian disempurnakan dengan prinsip keempat, yaitu “Masiurupan mardongan sahuta” — hidup rukun dan saling tolong menolong dengan sesama satu kampung.
Dengan demikian, Patik na Opat bukan sekadar nasihat leluhur, melainkan fondasi moral dan spiritual yang menuntun lahirnya sistem sosial Dalihan Na Tolu, warisan luhur yang masih dipegang teguh oleh orang Batak hingga kini.