Horas!
Dongan BK, dalam tradisi Batak Toba, Marsibuha-buhai merupakan salah satu tahapan penting dalam rangkaian upacara adat perkawinan. Secara etimologis, kata “buha” berarti “mula” atau “awal”, sehingga Marsibuha-buhai dapat dimaknai sebagai permulaan dari seluruh rangkaian acara pemberkatan dan pesta adat (Marunjuk).
Tata Cara Pelaksanaan Marsibuha-buhai
Pelaksanaan acara Marsibuha-buhai dapat dilakukan di rumah pihak pengantin perempuan maupun di rumah pihak pengantin laki-laki, tergantung dari rumang adat atau jenis perkawinan yang dijalankan.
- Jika sifat pesta adatnya “Alapon Jual”, maka acara Marsibuha-buhai diselenggarakan di rumah Parboru (keluarga perempuan).
- Namun, bila pesta adatnya “Taruhon Jual”, maka acara tersebut diadakan di rumah Paranak (keluarga laki-laki).
Meski ada aturan adat yang menjadi pedoman, tempat pelaksanaan Marsibuha-buhai masih bisa dibicarakan atau disesuaikan melalui kesepakatan kedua belah pihak.
Apa Tujuan Marsibua-buhai?
Secara makna, Marsibuha-buhai memiliki dua tujuan utama. Pertama, sebagai ungkapan penghormatan kepada pengantin perempuan, yang disebut Boru ni Raja, karena telah meninggalkan rumah orang tuanya untuk membangun rumah tangga bersama suaminya.
Kedua, untuk memberi kesempatan keluarga dekat (Hasuhuton) menikmati hidangan bersama setelah seharian penuh menjalani rangkaian acara gereja dan adat yang cukup melelahkan.
Dalam pelaksanaannya, kedua pihak wajib menyiapkan makanan adat sebagai simbol kebersamaan dan rasa syukur:
- Seekor babi (Martudu-tudu) disediakan oleh pihak Paranak.
- Ikan adat (dengke) disediakan oleh pihak Parboru.
Porsi dan jumlah hidangan biasanya menyesuaikan dengan situasi, kondisi, serta jumlah undangan yang hadir.
Dengan demikian, Marsibuha-buhai bukan sekadar acara makan bersama, melainkan simbol awal kebersamaan dan penghormatan dalam ikatan perkawinan adat Batak Toba.