Horas!
Dongan BK, bagi masyarakat Batak, kehadiran leluhur yang sudah wafat tidak serta-merta hilang dari kehidupan. Mereka diyakini tetap menyertai keturunannya, bahkan dapat dimintai petunjuk melalui berbagai ritual tradisional. Salah satunya adalah Batu Siungkap-ungkapon, sebuah media unik yang dahulu digunakan untuk mencari arahan dalam bercocok tanam.
Seperti halnya mangalap tondi atau sipaha lima, tradisi ini berakar dari keyakinan bahwa roh leluhur dapat menolong dan memberikan nasihat. Batu Siungkap-ungkapon sendiri secara harfiah berarti “batu yang dibuka,” menjadi sarana masyarakat Batak kuno untuk berkomunikasi dengan arwah pendahulu sebelum menentukan langkah dalam pertanian.
Batu sebagai Jembatan ke Leluhur
Menurut catatan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, salah satu Batu Siungkap-ungkapon berada di lembah Bakkara, Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas). Batu ini berbentuk lingkaran meruncing ke atas dan diletakkan di atas alas batu datar. Pada bagian dalamnya terdapat lubang persegi empat yang biasanya dipenuhi semut.
Ritual ini dilaksanakan di toguan, balai pertemuan desa tempat para pemuka adat dan masyarakat berkumpul. Setiap marga di desa wajib mengirimkan perwakilannya untuk mengikuti prosesi.
Cara Ritual Dilakukan
Tahapan dimulai dengan membuka atau mengungkap batu tersebut. Batu kemudian dibiarkan hingga semut membuat sarang di dalamnya. Setelah itu, batu diangkat untuk melihat warna telur semut yang ada.
- Bila telur berwarna putih, masyarakat menanam bibit padi putih.
- Bila telur berwarna merah, bibit yang dipilih adalah padi merah.
Dengan cara ini, masyarakat yakin hasil panen akan melimpah berkat restu leluhur.
Tradisi yang Kian Langka
Seiring berjalannya waktu, praktik Batu Siungkap-ungkapon semakin jarang ditemui. Masuknya agama-agama besar seperti Kristen dan Katolik membuat ritual ini dianggap tidak sejalan dengan ajaran baru, sehingga perlahan ditinggalkan.
Namun, bagi para pemerhati budaya, Batu Siungkap-ungkapon tetaplah menjadi bukti bagaimana leluhur Batak membangun relasi spiritual dengan dunia yang tak kasat mata. Ia juga merekam cara masyarakat mengaitkan tradisi dengan kebutuhan hidup sehari-hari, terutama dalam pertanian.