Beranda Budaya Patung Penghantar Kematian, Si Gale-gale
Budaya

Patung Penghantar Kematian, Si Gale-gale

Bagikan

Pada zaman dahulu kala, di daerah Uluan Samosir, terdapat sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang Raja yang bijaksana bernama Raja Rahat. Kerajaan ini tidak memiliki Ratu, karena istri raja Rahat telah lama meninggal.

Ia hanya tinggal berdua dengan anak yang amat ia sayangi bernama Manggale.

Raja Rahat dan Manggale sangat disegani oleh rakyatnya, karena sikap mereka yang bijaksana dan selalu menjunjung tinggi kebenaran. Manggale juga amat dihormati oleh rakyat karena ia ahli dalam berperang.

Suatu hari, di kerajaan tersebut terdengar kabar bahwa pasukan dari negeri seberang telah memasuki hutan di kawasan Uluan. Pasukan ini diduga ingin menyerang kerajaan Uluan dan merebut harta kekayaannya.

Kabar ini membuat rakyat Uluan menjadi khawatir. Raja yang mendengar kekhawatiran rakyat langsung mengumpulkan penasehat kerajaan terbaik untuk menyusun rencana menghadapi pasukan ini, tak terkecuali panglima perang, yaitu Manggale.

Mereka duduk berdiskusi dan mencari cara dan strategi terbaik untuk mengalahkan pasukan dari negeri sebrang.

Ilustrasi Masyarakat Batak Zaman Dahulu
source : Tabotabo.com

Para Datu menyarankan agar Pangeran Manggale turun ke medan perang dan memimpin pasukan kerajaan uluan. Saran ini mereka ajukan, karena keahlian Pangeran Manggale dalam memimpin perang sudah tak perlu diragukan lagi.

Namun, Raja Rahat tentu saja tidak menyetujui hal ini.

“Aku tidak setuju, Manggale anak dan keluargaku satu-satunya.”

Semua terdiam.

Raja Rahat dihadapkan pada pilihan mengutus puteranya dengan segala kemungkinan terburuknya atau membiarkan kerajaan Uluan diserang oleh pasukan negeri sebrang.

Raja Rahat menunggu para Datu untuk memberikan saran lain. Namun, semua hanya diam menunggu keputusan raja.

Akhirnya, dengan berat hati, Raja Rahat pun mengutus putra satu-satunya untuk memimpin pasukan Uluan ke hutan perbatasan.

“Semoga Debata Mulajadi Nabolon selalu melindungi dan menyertai pasukanmu, ya amang. Pulanglah dengan selamat, ya”

Pangeran Manggale kemudian berangkat ke hutan perbatasan Uluan. Raja Rahat memberangkatkan putranya dengan doa dan penuh harapan putranya baik-baik saja.

Berbulan-bulan lewat tanpa kepastian.Tidak ada kabar dari Pangeran Manggale dan pasukannya. Raja Rahat mulai khawatir, begitu pula rakyat Uluan.

Mereka bertanya-tanya bagaimana kabar pangeran dan pasukannya. Namun, tak ada yang berani masuk ke hutan untuk memastikan. Raja dan rakyat Uluan hanya bisa menunggu dengan penuh harapan.

Ilustrasi musyawarah raja Rahat dan tetua
Source : AGASI

Setelah 6 bulan berlalu, di suatu malam yang tenang, Raja Rahat bermimpi. Di dalam mimpi tersebut, ia melihat seekor burung gagak terbang di atas rumahnya. Namun, tiba-tiba burung tersebut jatuh karena tertusuk anak panah dan kemudian mati.

Raja langsung terbangun dari tidurnya. Ia berfirasat bahwa ini merupakan pertanda dari Debata Mulajadi Nabolon tentang Pangeran Manggale.

Sejak malam itu, raja tidak tenang. Hari-harinya terasa kelam. Ia sering termenung dan mengurung diri di kamar berhari-hari lamanya.

Bahkan, raja juga tidak mandi dan menyentuh makanan dan minuman yang disajikan oleh para pelayannya.

Melihat kondisi raja yang tak pernah lagi terlihat di kerajaan Uluan, rakyat dan pada datu mulai merasa gelisah dan khawatir.

Akhirnya, para datu memutuskan untuk mengunjungi dan melihat kondisi raja. Betapa terkejutnya mereka melihat kondisi raja yang pucat dan lemas.

Seorang Datu kemudian mengecek kondisi tubuh Raja Rahat dan memberikan informasi bahwa raja sakit karena merindukan Pangeran Manggale.

Ilustrasi Upacara Pemanggilan Arwah Manggale
source : Net.Sembilan

Para pelayan dan datu kemudian mencari cara untuk menyembuhkan sang raja. Namun, mereka menghadapi kebuntuan.

“Bagaimana kalau kita buat saja patung yang mirip dengan Pangeran Manggale”, ucap seorang tetua memecah keheningan.

Para tetua dan datuk lainnya setuju dengan usulan tersebut. Merekapun langsung mencari pemahat ulung yang bisa membuat patung yang sangat mirip dengan Pangeran Manggale.

Patungnya dibuat semirip mungkin dengan Pangeran Manggale, mulai dari wajah hingga tinggi patungnya.

Setelah beberapa bulan, akhirnya patungnya selesai. Para tetua, datu dan pelayan kemudian menghias dan memakaikan baju pangeran Manggale ke patung tersebut.

Pada saat bulan purnama, para tetua dan datu membawa patung tersebut ke tengah lapangan untuk mengadakan pemanggilan roh.

Mereka juga memanggil rakyat Uluan untuk berkumpul di tengah lapangan.

Melihat patung yang mirip dengan Manggale, akhirnya pecahlah tangis Raja Rahat. Ia menatap patung tersebut dengan haru untuk membayarkan kerinduannya pada anak satu-satunya.

Ilustrasi pembuatan patung Si Gale-gale
source : Pelita Batak Online

“Putraku Manggale”, ujar Raja Rahat sambil menangis tersedu-sedu. Seluruh rakyat Uluan pun ikut terharu melihat moment tersebut.

Kemudian, Datu meminta kepada pargonci dan pargondang untuk mulai menabuh gendang agar upacara pemanggilan arwah dimulai.

Tiupan sordam dan tabuhan gendang memenuhi lapangan tersebut. Datu juga memulai ritual untuk memanggil arwah Pangeran Manggale.

Setelah selesai mengelilingi patung tersebut sebanyak tujuh kali, tiba-tiba kepala Manggale mulai bergerak mengikuti irama dan tabuhan gendang.

Melihat Manggale mulai bergerak, raja semakin merasa haru dan bangkit berdiri untuk manortor bersama Manggale. Seketika penyakit raja hilang. Raja Rahat langsung sehat dan bugar.

Tabuhan Gondang sabangunan semakin terdengar bertalu-talu, rakyat Uluanpun turut manortor dalam upacara ini. Mereka menortor hingga matahari terbit.

Ilustrasi pesta Batak zaman dahulu
source : Tokoh Indonesia

Ketika matahari terbit, pesta dan tarian itu harus diakhiri karena hal tersebut termasuk isi dari perjanjian yang dibuat Datu Manggala dengan roh Manggale.

Setelah itu, patung itu tak bisa bergerak lagi. Kemudian, patung itu disimpan Raja Rahat di dalam kediamannya. Ketika sang raja merindukan putranya ia mengeluarkannya dan mengadakan upacara pemanggilan roh.

Nah, inilah legenda tentang Patung Sigale-gale yang beredar secara lisan di masyarakat Batak, khususnya di daerah Samosir. Hingga kini masyarakat percaya bahwa patung Si gale-gale bisa menari sendiri pada upacara tertentu.

Hal inilah yang menjadi daya tarik bagi Patung Si Gale-gale. Dongan BK, sudah pernah mengunjungi patung ini?

Bagikan
ads image
ads image
ads image
Artikel Terkait
Tidak hanya di Indonesia, ternyata ada suku Batak di Filipina.
Budaya

Ternyata Ada Suku Batak di Filipina, Ada yang Sudah Tahu?

Horas! Dongan BK, pernahkah klean mendengar tentang adanya suku Batak di Filipina?...

Jabu Bolon, rumah adat Batak
Budaya

Rumah Bolon: Simbol Kebudayaan Batak yang Mengagumkan

Rumah Bolon adalah lebih dari sekadar bangunan tradisional, melainkan representasi dari identitas...

Solu Bolon. perahu legendaris orang Batak.
BudayaHighlight

Mengenal Solu Bolon, Perahu Legendaris dari Danau Toba

Solu Bolon bukan hanya sekadar perahu, tetapi juga representasi dari sejarah, budaya,...

Potret Kabupaten Tapanuli Utara
Budaya

Sejarah Tapanuli Utara, Cikal Bakal 4 Kabupaten Di Sumut

Memiliki wilayah yang luas, Kabupaten Tapanuli Utara mengalami pemekaran sebanyak 3 kali...