Horas!
Dongan BK, Kabupaten Simalungun di Sumatera Utara tidak hanya dikenal dengan bentang alamnya yang indah, tetapi juga sebagai salah satu pusat kebudayaan Batak. Di wilayah ini, masyarakat hidup dalam ikatan kekerabatan yang kuat melalui sistem marga. Sama seperti masyarakat Batak pada umumnya, marga bukan sekadar nama keluarga, melainkan identitas, asal-usul, dan simbol sejarah yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Di antara beragam marga yang ada, terdapat empat marga utama yang dianggap sebagai marga asli Simalungun, yaitu Sinaga, Saragih, Damanik, dan Purba. Keempatnya kemudian dikenal dengan sebutan SISADAPUR, singkatan yang merujuk pada garis keturunan raja-raja yang pernah berkuasa di tanah Simalungun.
Asal-usul Marga Damanik
Nama Damanik diyakini berasal dari kata Simada Manik, yang berarti pemilik manik. Sejarah marga ini erat kaitannya dengan Kerajaan Nagore pada abad ke-12. Saat itu, keturunan Raja Nagore mengalami serangan dari bangsa Chola yang datang dari India, sehingga mereka terpaksa meninggalkan Pamatang Nagur. Migrasi tersebut membawa keturunan Damanik ke Pulau Pandan, lalu terbagi menjadi tiga kelompok: Marah Silau, Bandar Soro Tilu, dan Sipanganon Raya.
Makna Marga Saragih
Marga Saragih berakar dari kata Simada Ragih, yang berarti pemilik aturan atau penyusun tata kehidupan. Hal ini mencerminkan peran leluhur Saragih sebagai pengatur hukum dan norma dalam masyarakat Simalungun. Dari marga ini lahir beberapa sub-marga, seperti Saragih Garingging yang pernah menetap di Ajinembah sebelum kembali ke Raya Saragih, serta Saragih Sumbayak yang diyakini merupakan keturunan Tuan Raya Tongah, Pamajuhi, dan Bona ni Gonrang.
Filosofi Marga Purba
Menurut tradisi Batak Toba, sebagian keturunan Purba diyakini berasal dari marga Simamora atau Purba Toba yang berpindah dari Bakkara melalui Pulau Samosir, lalu menetap di Haranggaol. Kata Purba sendiri berasal dari bahasa Sanskerta Purwa, yang memiliki arti timur, tanda masa depan, atau seorang cendekiawan. Dari marga ini lahir beberapa garis keturunan, di antaranya Purba Tambak dari Dolog Silou yang berkembang menjadi Tarigan Tambah, serta Purba Sidasuha (atau Purba Dasuha) dari Kerajaan Panei yang bercabang menjadi Purba Sidadolog dan Purba Sidagambir.
Mitologi di Balik Marga Sinaga
Marga Sinaga berasal dari kata Simada Naga. Dalam mitologi Batak, naga dipercaya sebagai makhluk perkasa yang bisa mengguncang bumi hingga menyebabkan gempa dan longsor. Kisah leluhur Sinaga dikaitkan dengan Raja Tanah Djawo bernama Sinaga Dadihoyong, yang menurut sebagian sumber memiliki keterkaitan dengan keturunan dari India. Dari sini, Sinaga berkembang menjadi salah satu marga besar yang berpengaruh di Simalungun.
SISADAPUR, Identitas Kolektif Simalungun
Keempat marga utama ini bukan hanya penanda garis keturunan, tetapi juga pilar yang membentuk struktur sosial dan budaya masyarakat Simalungun. Hingga kini, SISADAPUR tetap menjadi simbol persatuan dan identitas masyarakat Batak Simalungun, meski arus modernisasi terus melaju.
Sejarah empat marga ini memperlihatkan betapa kuatnya ikatan masyarakat Simalungun dengan leluhur mereka, serta bagaimana kisah-kisah migrasi, mitologi, dan filosofi membentuk wajah budaya Simalungun hingga hari ini.