Mengenal budaya Batak Angkola.
Mengenal budaya Batak Angkola.
Beranda Budaya Mengenal Andung, Ratapan Duka dan Warisan Kasih dalam Tradisi Batak Angkola
Budaya

Mengenal Andung, Ratapan Duka dan Warisan Kasih dalam Tradisi Batak Angkola

Bagikan

Horas!

Dongan BK, dalam adat masyarakat Batak Angkola, andung adalah senandung pilu yang mengalir sebagai ungkapan cinta, kehilangan, dan penghormatan terakhir kepada mereka yang telah berpulang. Tradisi ini bukan sekadar tangisan, melainkan sebuah kisah—kenangan hidup yang diurai dalam bentuk ratapan syahdu.

Kabar duka selalu datang tanpa aba-aba. Begitulah yang kurasakan saat pamanku, adik dari ayah, meninggal dunia pada 25 Juli tahun lalu akibat komplikasi penyakit yang cukup lama dideritanya. Aku menyaksikan sendiri bagaimana ia menghembuskan napas terakhir di tengah keluarga yang berkumpul. Dalam hening yang menyayat, air mata tak tertahan.

Setelah kepergiannya, aku segera menyampaikan kabar duka kepada sanak keluarga di kampung halaman—Huta Pasar Simangambat, Saipar Dolok Hole, Tapanuli Selatan. Harapanku, ada yang mewakili keluarga besar datang melayat, membawa doa dan pelukan hangat.

Wajah jenazah ditutupi sehelai kain selendang krem bermotif kotak. Sementara itu, pelayat bergiliran membacakan surat Yasin, dipimpin seorang ustadz. Tangis pun bersahut-sahutan. Kesedihan itu begitu dalam. Karena memang, tak pernah mudah melepas orang yang dicintai.

Tepat pukul 11.00 WIB, jenazah dimandikan. Seusai salat zuhur, keluarga menyampaikan pesan: jika almarhum pernah menyakiti atau memiliki urusan utang, hendaknya diselesaikan agar ia tenang di alam sana. Setelah itu, jenazah dibawa ke pemakaman umum Sungai Panas, Batam, diiringi isak tangis dan doa.

Keesokan harinya, abang dari almarhum tiba dari kampung. Ia kami jemput di Bandara Hang Nadim, lalu langsung menuju rumah duka. Di sanalah, satu per satu anggota keluarga mulai melantunkan andung—ratapan kesedihan yang menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya Batak Angkola.


Dalam kebudayaan Batak Angkola, mangandung adalah bentuk ekspresi duka yang mendalam. Senandung ini berisi kisah hidup mendiang: kebaikan, kebiasaan, hingga sifat yang dikenang. Pengandung menyampaikan kisah ini secara spontan, tanpa teks, hanya dengan perasaan yang mengalir.

Ritual ini dimulai dari pasangan hidup almarhum. Sang istri duduk di ruang tamu bersama keluarga, dan mulai merintih, mengenang, menyuarakan isi hati yang dirundung kehilangan. Tak ada irama baku, tak ada struktur tetap. Semuanya tentang rasa.

Salah satu kutipan andung sang istri berbunyi:

“Oiii baya… suamiku tidak pernah mengeluh sakitnya. Ia diam saja meski sakit, tetap menjalankan salat lima waktu ke masjid. Bahkan sebelum azan, sudah bersiap. Di bulan puasa, ia memaksakan diri tetap berpuasa meski tubuhnya lemah. Ia tak pernah berkata sakit. Ia sabar, sangat tabah. Bahkan saat mendengar azan, ia menangis, merindukan masjid. Ya Allah, lapangkanlah alam kuburnya…”

Tangisan dan kenangan menjadi satu dalam bait yang mengalir penuh kejujuran. Andung berikutnya biasanya dilakukan oleh saudara tertua atau abang kandung almarhum. Ia mengenang masa kecil mereka bersama. Sering kali, yang diucapkan adalah pengakuan tentang kebaikan, ketulusan, dan ketekunan ibadah almarhum.


Tradisi mangandung diyakini sebagai bentuk cinta yang tulus. Dalam ingatan kolektif Batak Angkola, ini merupakan cara untuk menjaga kenangan agar tak lenyap bersama jasad. Sebagaimana yang dicatat Warhaft (1992), kehilangan membawa orang untuk menelusuri kembali memori hidup bersama yang telah pergi.

Ada yang meyakini, tradisi ini bermula dari pesan seorang raja sebelum wafat. Ia meminta agar setelah ia tiada, keluarga tidak sekadar menangis, melainkan menyampaikan segala kebaikan hidupnya lewat ratapan. Dari situlah, mangandung menjadi bagian dari upacara kematian yang terus diwariskan.

Namun kini, tradisi ini telah beradaptasi. Dalam keluarga Muslim Batak Angkola, mangandung dilakukan setelah prosesi pemakaman selesai dan semua keluarga telah berkumpul. Pelaksanaannya pun menyesuaikan nilai-nilai agama yang dianut: kesedihan boleh, tetapi jangan sampai melampaui batas yang ditentukan syariat.

Karena itu, mangandung bukan sekadar ritual tradisional. Ia adalah jembatan antara rasa, adat, dan iman. Sebuah bentuk penghormatan terakhir yang merawat kenangan, merelakan kepergian, dan memuliakan hidup yang pernah ada.

Bagikan
ads image
ads image
ads image
Artikel Terkait
Peran Sentral Tarombo dalam Melacak Garis Keturunan Batak.
Budaya

Peran Sentral Tarombo dalam Melacak Garis Keturunan Batak

Horas! Dongan BK, alam kehidupan masyarakat Batak, khususnya Batak Toba, tarombo atau...

Upacara Nengget, Tradisi Penuh Harapan dari Tanah Karo.
Budaya

Upacara Nengget, Tradisi Penuh Harapan dari Tanah Karo

Horas! Mejuah-juah! Ada beragam kekayaan budaya Indonesia, salah satunya suku Karo dari...

Menelusuri Marga Lintas Sub-Suku, Potret Dinamis Identitas Batak.
Budaya

Menelusuri Marga Lintas Sub-Suku, Potret Dinamis Identitas Batak

Horas! Dongan BK, dalam sistem kekerabatan masyarakat Batak, marga adalah penanda identitas...

Mengenal budaya Batak Angkola.
Budaya

Marga Batak Angkola, Kekerabatan dengan Mandailing

Horas! Dongan BK, Komunitas Batak Angkola dikenal mendiami wilayah yang secara geografis...