Horas!
Dongan BK, suku Batak yang berasal dari wilayah Sumatra Utara dan sekitarnya, dikenal dengan kekayaan budaya, tradisi, dan sistem kekerabatan yang kuat. Suku ini terbagi menjadi beberapa puak atau subsuku, yaitu Batak Toba, Karo, Simalungun, Pakpak, Mandailing, dan Angkola. Setiap puak memiliki keunikan dalam sistem panggilan kekerabatan yang mencerminkan nilai-nilai sosial, hierarki, dan hubungan antaranggota masyarakat.
Artikel ini akan mengulas panggilan-panggilan khas di setiap puak Batak, yang menunjukkan betapa beragam dan kaya budaya mereka.
1. Batak Toba: Sistem Dalihan Na Tolu
Batak Toba memiliki sistem kekerabatan yang disebut Dalihan Na Tolu, yang berarti “tungku yang berkaki tiga.” Sistem ini mengatur hubungan antara tiga kelompok: hula-hula (keluarga pihak istri), boru (keluarga pihak suami), dan dongan sabutuha (kerabat satu marga). Panggilan dalam Batak Toba sangat bergantung pada posisi seseorang dalam sistem ini.
- Amang (ayah) dan Inang (ibu) digunakan untuk orang tua.
- Tulang untuk paman dari pihak ibu (hula-hula), yang dihormati karena posisinya yang lebih tinggi.
- Lae untuk menyebut ipar laki-laki atau kerabat sebaya dari pihak suami.
- Anak untuk anak kandung, sementara bere digunakan untuk keponakan dari pihak perempuan.
- Ompu untuk kakek atau nenek, menunjukkan rasa hormat kepada generasi yang lebih tua.
Panggilan ini tidak hanya menunjukkan hubungan darah, tetapi juga status sosial dalam adat, seperti saat acara pernikahan atau kematian.
2. Batak Karo: Sistem Merga Silima
Batak Karo memiliki sistem kekerabatan Merga Silima, yang mengacu pada lima marga utama: Karo-Karo, Ginting, Tarigan, Sembiring, dan Peranginangin. Panggilan dalam budaya Karo sangat memperhatikan hubungan sembuyak (satu rahim), kalimbubu (pihak pemberi istri), dan anak beru (pihak penerima istri).
- Bapa untuk ayah dan Nande untuk ibu.
- Mamak untuk paman dari pihak ibu, sementara Bengkila untuk paman dari pihak ayah.
- Kaka (kakak) dan Adi (adik) digunakan untuk saudara kandung atau sepupu.
- Eda untuk ipar perempuan, dan Lawo untuk ipar laki-laki.
- Nini atau Nanggah untuk kakek/nenek.
Panggilan ini sering disertai nama marga untuk menegaskan identitas, misalnya “Nande Ginting” untuk ibu dari marga Ginting. Dalam budaya Karo, panggilan juga mencerminkan rasa hormat kepada kalimbubu sebagai pihak yang dijunjung.
3. Batak Simalungun: Sistem Tolu Sahundulan
Sistem kekerabatan Simalungun disebut Tolu Sahundulan, yang terdiri dari santabi (kerabat pihak istri), borbayu (kerabat pihak suami), dan tonggo raja (penutup adat). Panggilan dalam Simalungun menunjukkan kedekatan emosional dan hierarki.
- Amang dan Inang untuk ayah dan ibu.
- Ompung untuk kakek/nenek, sering disertai nama untuk membedakan, seperti Ompung Doli (kakek) dan Ompung Boru (nenek).
- Tulang untuk paman dari pihak ibu, dihormati sebagai penutur adat.
- Lae dan Eda untuk ipar laki-laki dan perempuan.
- Anak untuk anak kandung, dan borbor untuk keponakan.
Simalungun sangat menekankan panggilan yang sopan, terutama dalam acara adat seperti horja (pesta besar), di mana panggilan mencerminkan peran seseorang dalam struktur sosial.
4. Batak Pakpak: Sistem Perkadekaden
Batak Pakpak memiliki sistem Perkadekaden, yang mirip dengan sistem kekerabatan lain namun dengan penekanan pada hubungan suhut (kerabat satu marga) dan puang (pihak pemberi istri). Panggilan di Pakpak bersifat sederhana namun kaya makna.
- Bapa dan Indung untuk ayah dan ibu.
- Engku untuk paman atau mertua, menunjukkan posisi terhormat.
- Kaka dan Adi untuk kakak dan adik.
- Nantulang untuk paman dari pihak ibu, yang memiliki peran penting dalam adat.
- Nini untuk kakek/nenek.
Panggilan di Pakpak sering disertai candaan atau keakraban, tetapi tetap menghormati hierarki, terutama saat acara mepoken (pernikahan adat).
5. Batak Mandailing: Sistem Sisolkot
Batak Mandailing memiliki sistem Sisolkot, yang menekankan hubungan antara mora (pihak pemberi istri), kahanggi (kerabat satu marga), dan anak boru (pihak penerima istri). Panggilan di Mandailing dipengaruhi oleh budaya Islam, sehingga lebih formal.
- Amang dan Inang untuk ayah dan ibu.
- Uda untuk paman dan Naida untuk bibi.
- Abang dan Adik untuk saudara kandung atau sepupu.
- Amang Tua untuk paman tertua, yang sering menjadi penutur adat.
- Nenek atau Ompung untuk kakek/nenek.
Mandailing sangat memperhatikan sopan santun dalam panggilan, terutama kepada mora, yang dianggap sebagai pihak yang mulia.
6. Batak Angkola: Perpaduan Mandailing dan Toba
Batak Angkola memiliki kemiripan dengan Mandailing dan Toba, dengan sistem kekerabatan yang juga mengacu pada mora, kahanggi, dan anak boru. Panggilan di Angkola mencerminkan perpaduan budaya Islam dan adat Batak.
- Amang dan Inang untuk ayah dan ibu.
- Tulang untuk paman dari pihak ibu, sering dipanggil dengan nama marga, seperti “Tulang Harahap.”
- Abang dan Adik untuk saudara atau sepupu.
- Boru untuk keponakan perempuan, menunjukkan kedekatan emosional.
- Ompung untuk kakek/nenek.
Angkola sering menggunakan panggilan dengan nada hangat, terutama dalam konteks keluarga besar.
Panggilan-panggilan di setiap puak Batak bukan sekadar nama, tetapi cerminan identitas, hierarki, dan hubungan sosial yang kompleks. Meski berbeda dalam istilah dan sistem kekerabatan, semua puak Batak memiliki kesamaan dalam menghormati leluhur, menjaga harmoni keluarga, dan memperkuat ikatan adat. Keberagaman ini menjadi salah satu kekayaan budaya Batak yang patut dilestarikan.