Horas!
Dongan BK, Gordang Sambilan adalah sebuah alat musik pukul tradisional yang berasal dari tanah Mandailing, Sumatera Utara, memiliki pesona yang begitu kuat. Bunyi ritmis dari sembilan gendang yang dimainkan secara bersama-sama menciptakan harmoni unik yang mampu menggetarkan jiwa.
Menurut situs resmi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mandailing Natal, kata gordang berarti gendang atau bedug, sesuai dengan bentuknya. Sementara kata sambilan berarti angka sembilan yang merujuk pada jumlah gendangnya.
Mulanya, kesembilan pemain gendang ini terdiri dari naposo bulung atau pemuda, anak boru atau saudara perempuan dari keturunan Ayah, kahanggi yaitu saudari laki-laki dari keturunan ayah, serta raja.
Alat musik utama dalam Gordang Sambilan tentu saja adalah gendang dengan ukuran besar. Gendang ini terbuat dari kayu dan kulit hewan, gendang-gendang ini memiliki ukuran dan suara yang berbeda-beda.
Para penabuh Gordang Sambilan disebut sorip. Mereka harus memiliki kemampuan memainkan gendang dengan ritme yang tepat dan memahami makna di balik setiap irama. Penabuh Gordang Sambilan biasanya mengenakan pakaian adat Mandailing yang khas, sehingga menambah keindahan penampilan saat pertunjukan.
Tak hanya sekadar alat musik, Gordang Sambilan juga sarat dengan nilai-nilai budaya dan sejarah yang mendalam. Yuk kita pelajari lebih dalam tentang alat musik Gordang Sambilan.
Sejarah dan Asal-usul Gordang Sambilan
Diperkirakan, Gordang Sambilan telah ada sejak tahun 1475 di daerah Mandailing Natal saat kepemimpinan Raja Sibaroar dari Kerajaan Nasution. Saat itu, alat musik ini digunakan dalam upacara adat Paturuan Sibaso, sebuah ritual memanggil roh nenek moyang untuk meminta pertolongan atau nasihat.
Ritual Paturuan Sibaso merupakan tradisi memanggil roh nenek moyang untuk meminta pertolongan saat masyarakat menghadapi kesulitan. Melalui medium Sibaso, diharapkan roh leluhur dapat memberikan solusi atas permasalahan seperti bencana alam atau wabah penyakit.
Seiring berjalannya waktu, fungsi Gordang Sambilan berkembang, tidak hanya digunakan dalam upacara sakral, tetapi juga dalam perayaan-perayaan seperti pernikahan dan acara adat lainnya.
Filosofi di Balik Gordang Sambilan
Jumlah gendang yang digunakan dalam Gordang Sambilan bukan tanpa makna. Angka sembilan dianggap sebagai angka yang sakral dan memiliki kekuatan mistis dalam kepercayaan masyarakat Mandailing.
Ritme yang dihasilkan oleh Gordang Sambilan dianggap sebagai bahasa universal yang mampu menghubungkan manusia dengan alam semesta, khususnya dengan roh nenek moyang.
Gordang Sambilan menunjukkan harmoni dalam keberagaman. Meskipun terdiri dari berbagai ukuran dan menghasilkan bunyi yang berbeda, kesembilan gendang ini mampu menciptakan harmoni yang indah. Hal ini mencerminkan nilai kebersamaan dan keragaman dalam masyarakat Mandailing.
Seiring dengan perkembangan zaman, keberadaan Gordang Sambilan mulai terancam. Modernisasi dan pengaruh budaya luar membuat generasi muda kurang tertarik untuk mempelajari dan melestarikan tradisi ini. Namun, upaya pelestarian terus dilakukan, baik oleh masyarakat setempat maupun pemerintah.