Horas!
Dongan BK, Guru Somalaing Pardede lahir pada tahun 1832 di Lumban Jabi-Jabi, Balige Raja, yang kini menjadi ibu kota Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. Ia merupakan salah satu keturunan Raja Toga Laut Pardede dan dikenal sebagai pemimpin agama Parmalim.
Pada masa perjuangan Raja Sisingamangaraja XII melawan penjajah Belanda, Guru Somalaing berperan ganda sebagai Menteri Penerangan sekaligus Panglima Strategi Perang. Pertempuran di pantai timur Sumatera berlangsung hingga tahun 1895 dan meluas ke Padang Lawas, wilayah yang berbatasan langsung dengan daerah Toba, termasuk Habinsaran—tempat Air Terjun Sigura-gura berada.
Sayangnya, Guru Somalaing ditangkap oleh Belanda akibat pengkhianatan orang terdekatnya. Ia kemudian ditahan di Tarutung, pusat kekuasaan asisten residen Belanda yang juga merangkap hakim tertinggi di Tanah Batak. Pada 31 Januari 1896, ia dihadapkan ke pengadilan kolonial untuk mempertanggungjawabkan perjuangannya dan ajaran Parmalim yang ia pimpin.
Tuduhan utama yang diarahkan kepadanya antara lain:
- Penasihat Perang – Sejak Belanda masuk ke Balige tahun 1883, ia mendampingi Raja Sisingamangaraja XII dan mendorong perlawanan. Belanda bahkan menilai pengaruhnya lebih berbahaya daripada sang Raja.
- Pengaruh Ajaran Parmalim – Mengajarkan doktrin yang mendorong rakyat di wilayah belum dikuasai Belanda untuk melawan penjajah, serta hanya mengakui perintah Raja Sisingamangaraja XII.
- Keyakinan Spiritual – Mengaku sebagai anggi ni Tuhan (adik Tuhan) dan menyatakan bahwa kelak Raja Rum akan datang membantu mengusir Belanda, memulihkan kerajaan Sisingamangaraja.
- Perlawanan terhadap Pemerintahan Kolonial – Mengajak kepala adat menolak struktur pemerintahan Belanda, menolak membayar pajak, serta menolak kerja rodi.
- Aliansi Perjuangan – Membawa 60 pasukan untuk bertemu Dja Karim, pejuang Muslim di Habinsaran, guna menggalang perlawanan bersama.
- Hubungan dengan Peneliti Asing – Melindungi Dr. Modigliani, peneliti botani asal Italia, dan menambahkan unsur-unsur Islam dan Kristen dalam ajaran Parmalim setelah pertemuan tersebut.
Pengadilan kolonial yang memprosesnya dijalankan oleh asisten residen Belanda berdasarkan pasal 48 Regeringsreglement, yang memberi kewenangan bertindak sebagai hakim sekaligus penuntut di masa perang.