Horas!
Dongan BK, Toba Heritage Photo Exhibition 2025 resmi dibuka di Huta Art Space, Siborong-borong, Tapanuli Utara. Pameran ini menjadi peristiwa budaya yang bukan hanya menyuguhkan keindahan visual, tetapi juga menggugah narasi mendalam tentang identitas, kehidupan, dan lanskap di kawasan Tanah Batak.
Acara pembukaan dihadiri langsung oleh Darwis Triadi, maestro fotografi tanah air, yang menyampaikan pidato penuh makna tentang pentingnya fotografi sebagai bahasa yang melampaui generasi. “Fotografi bukan sekadar alat dokumentasi, tapi cermin jiwa sebuah bangsa. Dan Danau Toba punya jiwa yang sangat dalam,” ungkap Darwis, yang disambut tepuk tangan meriah dari hadirin.
Edward Tigor Siahaan, penggagas dan pemilik Huta Art Space, menjelaskan bahwa kehadiran ruang kreatif ini lahir dari kerinduan akan ruang apresiasi seni yang layak di kawasan Danau Toba. “Kami ingin Huta Art Space menjadi rumah bagi pengalaman seni, sekaligus ruang untuk merawat identitas Batak,” ujarnya.
Dukungan juga datang dari pihak pemerintah daerah. Kepala Dinas Pariwisata Tapanuli Utara yang hadir mewakili Bupati, menyatakan komitmennya untuk terus mendorong pelestarian budaya melalui inisiatif kreatif. “Kami berharap sinergi dengan para seniman dan fotografer terus tumbuh untuk menjaga warisan leluhur,” ucapnya.
Sorotan penting lainnya datang dari Charis Martin Purba, Koordinator Komunitas Fotografer Danau Toba, yang menekankan pentingnya narasi yang otentik. “Kami ingin agar kisah Toba dikisahkan oleh orang-orang Toba sendiri—dari hati, untuk dunia,” tuturnya penuh semangat.
Pameran ini menampilkan 76 karya foto dari 14 fotografer yang berasal dari berbagai penjuru Danau Toba. Setiap bingkai menangkap dimensi yang berbeda dari Tano Batak, mulai dari ritual adat, kehidupan sehari-hari para nelayan, hingga lanskap dramatis berkabut yang jadi ciri khas daerah ini.
Pendekatan humanistik sangat terasa dalam dokumentasi kehidupan masyarakat Batak yang ditampilkan. Foto-foto ini tidak hanya memperlihatkan realitas, tapi juga mengundang perenungan mendalam—merekam suara-suara yang tak sempat terucap.
Beberapa nama fotografer yang berkontribusi di antaranya adalah: Dian B Manik, Yosua Tampu Bolon, Jefray Nababan, Frans Magel Nainggolan, Pangidoan Ambarita, Pernando Harianja, dan Aan Turnip—para seniman visual yang telah lama berkarya dan hidup bersama denyut Danau Toba.
Lebih dari sekadar pameran, Toba Heritage Photo Exhibition 2025 menjadi ruang temu antara budaya leluhur dan ekspresi kontemporer. Sebuah perayaan yang menghidupkan kembali identitas Batak lewat kekuatan visual.
Pameran ini akan berlangsung hingga 5 Juli 2025, dan akan diramaikan dengan berbagai kegiatan menarik seperti workshop dan sesi mentoring bersama Darwis Triadi, Erik Saragih—fotografer lanskap Indonesia, serta berbagai pengisi acara lainnya.
Di tengah gempuran dunia digital yang serba cepat, pameran ini hadir sebagai napas panjang yang mengajak kita untuk berhenti sejenak, menatap dalam-dalam, dan mengenali kembali siapa kita sebenarnya melalui cerita-cerita Toba.