Beranda Budaya Sisingamangaraja dan Perang 29 Tahun di Tanah Batak
Budaya

Sisingamangaraja dan Perang 29 Tahun di Tanah Batak

Bagikan

Horas!

Sebelum merdeka, seluruh wilayah di Indonesia pernah dijajajah oleh negara lain, seperti Belanda, Portugis dan juga Inggris.

Salah satu daerah yang pernah dijajah oleh Belanda adalah Tanah Batak. Bahkan, perang sampai meletus di Tanah Batak yang dikenal juga dengan Perang Batak.

Penolakan Misionaris di Tanah Batak

Perang Batak merupakan perang yang terjadi antara Kerajaan Batak melawan Belanda yang terjadi 1878 – 1907.

Jika dihitung-hitung, Perang Batak ini terjadi selama kurang lebih 29 tahun. Perang ini merupakan perang politik dan juga perang agama.

Pada awalnya, interaksi antara Belanda dan juga masyarakat Batak hanya sekedar untuk penyebaran agama Kristen di Tanah Batak.

Namun, perlahan-lahan interaksi ini mulai mengancam agama kuno yang dianut oleh masyarakat Batak yang dikenal juga dengan agama Parmalim.

Pada saat inilah, mulai terjadi penolakan terhadap misionaris-misionaris Belanda. Salah satu tokoh Batak yang menolak keras misionaris dan penyebaran agama Kristen ini adalah Sisingamangaraja XII.

Berbagai perlawanan dan juga penolakan mulai terjadi di daerah-daerah, tak jarang pula penolakan terhadap misionaris tersebut berbentuk kekerasan.

Misionaris yang merasa terancam kemudian meminta pertolongan kepada pemerintah kolonial Belanda.

Zending dan Pax Netherlandica

Pada awalnya kedatangan Belanda ke Nusantara hanya bertujuan untuk melakukan monopoli perdagangan dan juga menyebarkan agama Kristen.

Namun, seiring berjalannya waktu, Belanda mulai merasa khawatir dan ingin memperluas kekuasaannya di Indonesia. Mengatasi hal ini, Belanda kemudian memberlakukan Pax Netherlandica di berbagai wilayah di Nusantara.

Pax Netherlandica merupakan sebuah politik kolonial Belanda di Nusantara dengan upaya menyatukan wilayah-wilayah kekuasaan Belanda melalui perjanjian dan pendekatan militer.

Pada saat itu, fokus Belanda hanya di wilayah Jawa. Namun, ketika muncul permintaan perlindungan misionaris dari Tanah Batak ke pemerintah kolonial, Belanda pun mulai mengarahkan pasukannya ke Tanah Batak, khususnya ke Tapanuli.

Belanda Tiba di Tarutung dan Perang Batak Pecah

Pada 6 Februari 1878, pasukan Belanda tiba di Pearaja dan langsung bergabung dengan misionaris Belanda.

Hal ini tentu saja membuat geram Sisingamangaraja dan justru memperkeruh keadaan di Tanah Batak.

Kedatangan Belanda ini juga berhasil memprovokasi Sisingamangaraja yang benar-benar menolak datangnya misionaris ini.

Tepatnya, 10 hari setelah kedatangan Belanda di Tanah Batak, yaitu tanggal 16 Februari 1878, Sisingamangaraja mengumumkan perang.

Potret Sisingamangaraja yang memimpin Perang Batak
Source : Kompas.com

Sisingamangaraja langsung menyerang pos-pos Belanda yang terletak di Bahal Batu.

Perang antara Sisingamangaraja dan Belanda terus berlanjut hingga Desember 1878.

Pada saat ini, pasukan Sisingamangaraja memutuskan untuk bergabung dan membentuk aliansi dengan Aceh untuk melawan Belanda.

Pertarungan memperebutkan wilayah-wilayah di Sumatera Utara antara aliansi Sisingamangaraja – Aceh dan Belanda berlangsung sengit hingga bertahun-tahun.

Sisingamangaraja Meninggal, Berakhirnya Perang Batak

Setelah bertarung lebih dari 10 tahun dengan Belanda, perlawanan Sisingamangaraja dan aliansinya mulai mencapai akhirnya.

Pasukan Sisingamangaraja mulai mundur dan mengalami kekalahan di beberapa titik. Salah satunya kekalahan di Huta Paong, Sumatera Utara.

Pasukan Belanda terus mencari dan memburu Sisingamangaraja dan juga pasukannya di berbagai daerah di Sumatera Utara.

Demi memenangkan perang, Belanda juga meminta bantuan dari Senegal, Afrika untuk membantu pelacakan Sisingamangaraja dan pasukannya yang bergerilya di hutan-hutan Sumatera Utara.

Tahun 1907, Belanda akhirnya menemukan Sisingamangaraja di Dairi dan langsung mengepungnya.

Pada titik ini Sisingamangaraja dan pasukannya tidak mau menyerah dan memutuskan untuk terus berjuang hingga akhir.

Menurut berbagai cerita masyarakat, Belanda akhirnya menemukan kelemahan Sisingamangaraja dan menggunakan kelemahan tersebut untuk mengalahkannya.

Perang Batak dan Belanda berakhir bersamaan dengan meninggalnya Sisingamangaraja di tangan Belanda pada tahun 1907.

Nah, inilah sepenggal kisah dan sejarah meletusnya perang Batak. Walaupun saat ini, keadaan sudah membaik dan perang tidak lagi terjadi.

Namun, kita masih bisa melihat dengan sisa peninggalan Sisingamangaraja berbagai wilayah di Sumatera Utara.

Jasa-jasa para pahlawan yang tak disebutkan namanya harus tetap kita kenang dan hormati, karena berkat jasa mereka lah kita bisa merasakan indahnya kemerdekaan seperti saat ini.

Bagikan
ads image
ads image
ads image
Artikel Terkait
Tidak hanya di Indonesia, ternyata ada suku Batak di Filipina.
Budaya

Ternyata Ada Suku Batak di Filipina, Ada yang Sudah Tahu?

Horas! Dongan BK, pernahkah klean mendengar tentang adanya suku Batak di Filipina?...

Jabu Bolon, rumah adat Batak
Budaya

Rumah Bolon: Simbol Kebudayaan Batak yang Mengagumkan

Rumah Bolon adalah lebih dari sekadar bangunan tradisional, melainkan representasi dari identitas...

Solu Bolon. perahu legendaris orang Batak.
BudayaHighlight

Mengenal Solu Bolon, Perahu Legendaris dari Danau Toba

Solu Bolon bukan hanya sekadar perahu, tetapi juga representasi dari sejarah, budaya,...

Potret Kabupaten Tapanuli Utara
Budaya

Sejarah Tapanuli Utara, Cikal Bakal 4 Kabupaten Di Sumut

Memiliki wilayah yang luas, Kabupaten Tapanuli Utara mengalami pemekaran sebanyak 3 kali...